Spektrum Id Jakarta, 8 Juli 2025 — Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan rasa duka mendalam atas meninggalnya Yuliana Marins, seorang warga negara Brasil yang dilaporkan tewas dalam insiden pendakian di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Dalam konferensi pers hari ini, Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah sangat prihatin dan terus memantau perkembangan kasus ini secara serius.
"Pemerintah sangat concern dan berduka atas kejadian ini. Kami menganggap kematian Yuliana sebagai sebuah insiden kecelakaan yang bisa terjadi dalam aktivitas pendakian gunung di mana pun," ujar Yusril.
Ia menambahkan bahwa pemerintah telah dan terus melakukan upaya penyelidikan untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Berdasarkan hasil koordinasi berbagai pihak, diketahui bahwa insiden tersebut terjadi saat cuaca di Gunung Rinjani dalam kondisi ekstrem.
“Gunung Rinjani bukan medan yang mudah. Selain jalurnya berbatu dan terjal, juga dikelilingi hutan tropis yang lebat. Pada saat kejadian, angin kencang dan cuaca buruk menyulitkan proses evakuasi,” jelas Yusril.
Evakuasi terhadap jenazah Yuliana dilakukan oleh tim SAR dengan bantuan para relawan lokal yang memahami medan sekitar. Karena kondisi geografis yang ekstrem dan curam, evakuasi dilakukan secara manual dan vertikal ke atas, bukan melalui jalur udara yang sulit dilakukan karena kondisi hutan dan cuaca.
"Berbeda dengan Himalaya yang bersalju dan terbuka, Rinjani justru ditutupi hutan lebat. Ini membuat penggunaan helikopter hampir tidak mungkin dilakukan," tambahnya.
Setelah proses evakuasi yang berlangsung selama dua hingga tiga hari, jenazah Yuliana telah dibawa ke Denpasar, Bali, untuk dilakukan otopsi. Hasil forensik menunjukkan bahwa korban meninggal sekitar 15–30 menit setelah tubuhnya terbentur batu, membantah dugaan keterlambatan evakuasi sebagai penyebab utama kematian.
"Temuan ini menjawab pertanyaan keluarga yang sempat mempertanyakan waktu kematian. Berdasarkan hasil otopsi, sekalipun korban ditemukan lebih cepat, kemungkinan untuk menyelamatkan jiwa tetap kecil karena luka yang sangat fatal," ujar Yusril.
Pemerintah Indonesia juga menghormati langkah keluarga korban yang telah meminta otopsi ulang di Brasil, dan menghargai permintaan dari lembaga federal di sana yang melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran HAM. Namun, Yusril menegaskan bahwa jika otopsi ulang dilakukan sesuai dengan standar forensik internasional, hasilnya diperkirakan tidak akan jauh berbeda.
“Pemerintah menghormati keinginan keluarga. Tapi kami yakin, prosedur otopsi yang dilakukan di Denpasar sudah sesuai standar kedokteran forensik internasional,” tutup Yusril.(f)