Spektrumid, Jakarta- Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang memproses status buron Jurist Tan eks staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, setelah tiga kali mangkir dari panggilan dan segera dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO.
Untuk menghindari kesalahan dalam mengambil langkah hukum ke depan, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Anang Supriatna, penyidik juga berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait lain soal langkah yang akan dilakukan Kejagung terhadap Jurist Tan.
Awalnya Jurist Tan adalah salah satu orang yang masuk dalam daftar pemanggilan untuk diperiksa yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook Kemendikbudristek yang kini tengah ditangani Kejagung, namun
hingga pemanggilan ketiga ia masih tak kunjung datang. Adapun panggilan dari penyidik yang diabaikan yakni pada 18, 21 dan 25 Juli 2025.
Dia menambahkan, soal keberadaan Jurist Tan, penyidik masih mendalami lebih jauh sebagaimana yang disampaikan sejumlah pihak.
Termasuk langkah berkomunikasi dengan Interpol untuk penerbitan status red notice bagi Jurist. Kejagung baru akan memberikan pengumuman saat eks anak buah Nadiem itu resmi menyandang status buronan.
"Penyidik sudah mendapatkan informasi dari berbagai pihak dan semua informasi itu akan didalami oleh penyidik dalam rangka menghadirkan yang bersangkutan," ujar Anang Supriatna.
Jejak perjalanan Jurist Tan ke luar negeri menurut data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem chromebook itu berada di Singapura.
Jurist keluar dari Indonesia menuju Singapura menggunakan pesawat sekitar pukul 15.05 WIB dengan paspor resmi pada 13 Mei 2025,
sampai saat ini belum pulang ke Indonesia.
Dalam kasus ini selain Jurist Tan, Kejagung juga telah menetapkan tiga tersangka lain. Yakni Mulyatsyah Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021. Sri Wahyuningsih Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021.
Dan Mantan Konsultan Teknologi Kemendikbud, Ibrahim Arief.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.